Kisah Pernikahan Rasulullah saw Dengan Khadijah – Part 3 (Tata Cara Meminang)

Khadijah menceritakan segala yang diketahuinya tentang Muhammad al-Amin kepada Waraqah bin Naufal. Dan Waraqah, orang pintar dari Arab yang telah mengenal Muhammad sebelum Khadijah mengenalnya, membenarkan semua ceritanya.

Pembenaran Waraqah itu menyebabkan Khadijah semakin menaruh hati kepada nabi yang dijanjikan itu. Bahkan dengan tegas ia menolak mentah-mentah semua pembesar Arab yang datang untuk meminangnya. Para pembesar seperti ‘Uqbah bin Mu’ith, Abu Jahal, dan Abu Sufyan adalah di antara para peminang Khadijah.

Tidak aneh seperti kesaksian para ahli sejarah dan penulis biografi jika Khadijah berkata kepada Muhammad, “Putra pamanku, dengan pengenalanku terhadap dirimu, aku sangat berharap dapat menikah denganmu.”

Muhammad Al-Amin itu pun menjawab, “Seyogianya aku mengutarakan masalah ini kepada paman-pamanku sehingga aku dapat mengambil keputusan atas dasar musyawarah dengan mereka.”

Sebagian ahli sejarah juga menulis, seorang wanita bernama Nafisah binti Aliyah, salah seorang sahabat Khadijah menyampaikan pesannya kepada Muhammad dengan berkata, “Mengapa di malam hari engkau tidak menyinari kehidupanmu dengan seorang istri? Jika aku mengajakmu kepada keindahan, kekayaan, dan kemuliaan, maukah kau menerimanya?”

Muhammad bertanya, “Siapakah maksudmu?”
“Khadijah”, jawabnya.
“Apakah ia rela dengan kondisi hidupku ini?”
“Ya. Tentukanlah harinya sehingga wakilnya dan seluruh kerabatmu duduk bersama untuk membicarakan pesta pernikahan.”

Inilah Khadijah dan dunia indah kehidupan Muhammad al-Amin, seorang pemuda kharismatik Makkah yang tampak agung di mata seluruh masyarakatnya. Tuhannya pun memuliakannya. Khadijah adalah seorang wanita pemburu yang sangat mahir sehingga ia enggan menangkap “buruan” kecuali keponakan Abu Thalib yang yatim, meskipun sahabatnya yang berwawasan pendek dan musuhnya sering mencelanya dalam pilihannya yang suci itu.

Perdagangan itu hanya sebuah alasan untuk mewujudkan keinginan Khadijah yang jelas, sehingga ia dapat mengungkapkan kecintaannya yang membara dan keinginannya kepada kekasihnya tanpa perantara. Ia pernah berkata kepada Muhammad, “Engkau telah menguasai seluruh pikiranku. Aku mencintaimu seperti yang dikehendaki oleh Tuhanmu dan sesuai dengan keinginanmu.”

Mimpi Khadijah sudah mendekati kenyataan. Ia membaca takwil mimpi indahnya itu di sekujur tubuh putra Aminah itu. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia berkata kepada dirinya, “Ya Tuhan, apakah takdir menentukan demikian bahwa aku adalah wanita pertama yang dicintai oleh al-Amin, Muhammad yang orang lain harus tersiksa dan terkatung-katung demi menjalin hubungan dengannya?”